Sabtu, 14 April 2018

Art of Facing Bully (Part 2) - Strategi



Saya pertama kali mendapat laporan dari Ai (12th, anak ketiga saya) bahwa dia di-bully, adalah saat Ai duduk di kelas 2 SD.
Ceritanya dipalak oleh teman sekelasnya. Tiap hari uang sakunya diminta, kalau ga mau kasih, si oknum pasti main tinju..
Beberapa hari dalam seminggu Ai mengeluhkan tindak pemalakan dan pemukulan yang diterimanya.

Setelah memasuki minggu kedua, dan keluhan tersebut masih berlanjut, saya memutuskan melakukan observasi dan investigasi ala emak-emak (saaaaaah)..

Saya datang ke sekolah sebelum jam masuk sekolah, duduk-duduk di taman depan sekolah. Ngobrol dengan Ai dan teman-temannya. Hingga membahas topik palak-memalak itu.

Ternyata memang semua anak laki-laki di kelas di palak oleh si oknum. Kalau tidak memberi uang, semua dipukul. Dan ternyata belum ada anak yang berani melaporkan hal tersebut kepada pak guru wali kelas.
Saat saya tanya yang mana sih si oknum pemalak itu, mereka menunjuk seorang anak.

Ealaaaaah badannya kecil, lebih kurus dan lebih pendek dari Ai.. Tapi nyalinya se-gunung Uhud

Saat pulang sekolah hari itu, saya tanya pada Ai kenapa Ai tidak pernah  melaporkan pemalakan yang dialaminya ke pak guru... Ai jawab kuatir pak guru tidak percaya laporannya...
Jujur saya ingin ketawa dengar jawaban Ai, karena itu juga menjadi salah satu pertimbangan saya, apakah akan lapor pak guru atau tidak...

Sebagai info tambahan, performa Ai di kelas bisa dipastikan bukan favorit guru SD negeri hehe...
Kalau Roha (efek ADHD) superaktif secara fisik muter terus kayak kitiran, nah si Ai ini betah duduk manis berjam-jam di kursi... tapi mulutnya yang sangat aktif bicara... (kami juga kadang pusing pengang telinga dengar dia berceloteh nonstop) 🙊

Karena mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Performa Ai di kelas selama ini, beserta fakta bahwa secara fisik tubuh Ai lebih besar daripada si oknum pemalak, bisa jadi membuat pak guru meragukan ceritanya (sebab belum ada juga siswa lain yang melaporkan si oknum).

2. Fisik si oknum yang cenderung kecil, lebih kecil dari Ai. Dalam logika saya, kekuatan pukulan anak SD kelas 2 yang badannya tidak besar tuh seberapa sih... insyaallah efek pukulannya tidak terlalu fatal..

Akhirnya saya dan suami memutuskan untuk tidak melakukan antisipasi apa pun.. kami menantang dan memberi Ai kesempatan untuk mencari solusi sendiri dulu...

Kami memilih untuk ‘wait and see’

Seminggu setelah memutuskan untuk ‘wait and see’, setiap 2 hari sekali saya tanyakan apakah masih dipalak atau tidak..
ternyata masih...

Memasuki minggu berikutnya, Ai pulang sekolah membawa mainan yang dibeli dari uang sakunya..

Saat saya tanyakan, "emangnya udah ga dipalak sama si F? kok bisa jajan?"

jawab Ai: "masih.. tapi sekarang Ai tau caranya... jadi begitu sampai sekolah, Ai langsung abisin uang yang dibawa untuk jajan. Pas bel masuk kelas Ai udah ga punya duit. Jadi F udah ga bisa minta uang Ai deh. Waktu istirahat Ai tinggal makan aja."

Naaah sekitar sebulan kemudian, saya membuat aturan baru, memberlakukan “Happy Monday Rules”, yaitu uang saku yang semula diterima setiap hari, jadi berubah... Saya memberikan uang saku hanya tiap hari senin saja... selebihnya bawa bekal dari rumah.

Lalu sekitar 1-2 bulan setelah ‘Happy Monday Rules’ berlaku, Ai pulang sekolah membawa mainan yang dibeli di sekolah, dan saat itu bukan hari senin..
Saat saya tanya dapat uang darimana untuk beli...
dijawab: "dari mamanya teman Ai."

Yang aneh, kejadian tersebut terjadi berulangkali dan cukup sering...
Akhirnya saya penasaran dong... mamanya siapa yang sangat baik hati dan tidak sombong lagipula dermawan itu???
Ketika saya tanyakan….

jawab Ai: "Mamanya si F.."
saya: " haaaah???? F yang suka malak itu? kok bisa mamanya baik banget kasih duit terus?"

Dan Ai pun berkisah:
" jadi, waktu itu kan pas Ai baru sampai sekolah, belum masuk pagar, si F datang juga diantar mamanya... Ai deketin deh tuh.. Ai bilang ' F sekarang umiku bikin atura baru, aku dapat jajan cuma tiap senin aja... jadi kamu kalau mau malak aku hari senin aja ya.. kalau hari lain aku ga bawa uang'

Eh mamanya kaget.. trus tanya-tanya, emang bener F suka malak.. ya Ai ceritain aja.. Ai bilang "iya tante, kalau ga kasih duit F mukul, semua anak cowok juga dipalak.. tanya aja tuh ke si a si b si c, semua pernah dipalak sama F"

Mamanya marah2 ke F.. trus Ai ditanya 'jadi kamu sekarang ga bawa duit dong, kan sekarang bukan hari senin'...
eh Ai dikasih duit...

Yaudah sejak itu kalau mau masuk sekolah Ai suka nungguin F dateng.. Ai ga minta duit.. cuma mau cium tangan aja ke mamanya... mamanya sendiri yang malah suka kasih duit"

 😪😪😪 gubraaaaaak… cuma mau cium tangan ke mamahnya si F ?😒
Reallyyyyyyy????...

Begitu lah kalau Ai ternyata,lebih banyak berstrategi rupanya...

Kalau dipukul temannya pun seringkali tidak langsung balas..
nunggu sampai 2-3 kali 'disenggol' dulu..sembari mengumpulkan saksi mata..

Kalau sudah beberapa kali dikasari oleh orang yang sama,, baru deh mengumpulkan saksi "lu pada liat ya jadi saksi, gw udah berapa kali nih diginiin... sekarang mau gw bales.."

Jadi kalau pak guru marah, posisi dia kuat krn punya saksi.

Yang teranyar baru2 ini...

Saat ini Ai duduk di kelas 6, musim berbagai macam ujian dan try out...
dari teman-temannya ternyata sepertinya ada semacam ‘peer pressure’ untuk memberi contekan ujian ataupun try out...

Karena Ai tidak enak menolak terang-terangan, maka dia pakai cara halus. Setiap nomor yang dicontek temannya diberi bandrol harga Rp. 1000-1500/nomor..

Dengan harapan agar teman-temannya mundur teratur tidak jadi minta contekan.. Sebab di kepala Ai, adalah suatu kebodohan luar biasa mengeluarkan uang untuk membayar contekan yang belum terjamin benar.

Eeeh ternyata Ai salah perkiraan..  teman-temannya rupanya memiliki prioritas kepentingan yang berbeda sehingga bersedia membayar untuk bisa mendapatkan contekan, walaupun belum tentu benar..

Jadilah selama ujian Ai panen, dagangannya laris manis... dalam sehari bisa dapat profit 15-25 ribu rupiah 🤦‍🤦🏻‍

= BERSAMBUNG =

Tidak ada komentar:

Posting Komentar